MAMPIR GAN DI LAPAK ANE

Minggu, 29 Mei 2011

Doa yang Selalu Diijabah

"Dan apabila hamba-hamba- Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS Al-Baqarah [2] : 186)

Dalam kehidupan sehari-hari, tanpa disadari kita banya berharap pada mahluk melebihii harapan kita kepada Allah Swt. Contohnya adalah ketika kita berharap seorang akan menolong kita di saat kita dalam kesempitan. Ketika kita telah menyampaikan permintaan tolong dan orang tersebut meminta kita menunggu. Saat itulah terlintas segala pikiran dalam benak kita, bagaiman caranya agar orang tersebut cepat menolong kita. Kalau kita berpikir positif, tidaklah sesorang pun mampu memengaruhi orang lain selain Allah Swt semata. Allah Maha Berkuasa untuk membolak-balikan hati seseorang. Hanya Allah Swt semata yang dapat menunjuki hati hamba-Nya dengan hidayah-Nya agar membantu hamba-Nya yang lain. Allah yang Maha Berkehendak menentukan sesuatu, karena segala apa yang terjadi tunduk pada taldir-Nya. demikian kehidupan di bumi ini berjalan.
Hal yang lain juga sering terjadi dalam kehidupan kita adalah bertanya kepada peramal atau seseorang kita adalah bertanya kepada peramal atau seseoranng yang kita sebut "Orang pintar" tentang nasib kita. Kenapa kita harus percaya kepada ramalannya? Kita boleh mengatakan bahwa ia bisa melihat alam gaib. Tai pernahkah kita bertanya, kalau ia memang mengetahui hal gaib yang akan terjadi, pasti ia sudah melihat takdir terbaik untuk dirinya sendiri? Tapi kenyataannya tidak begitu. Ia tetap menjalankan profesinya sebagai peramal dan tidak dapat mengubah takdirnya sendiri.
Pada ayat di atas, Allah Swt mengisyaratkan kepada kita bahwa diijabhnya sebuah doa adalah berdasarkan :
  1. Permohonan yang tulus dan ikhlas kepada-Nya
  2. Memenuhi segala perintah Allah dan
  3. Beriman kepada-Nya
Dengan memenuhi ketiga kriteria tersebut, Allah akan memilihkan sesuatu yang terbaik dari apa yang dimohonkan oleh hamba-Nya. Jika Allah telah memilihkan sesuatu, pastilah itu adalah pilihan terbaik bagi hamba-Nya.
Untuk memperjelas ayat di atas, ada beberapa riwayat yang menguatkannya. Berikut riwayat-riwayat yang dimaksud
Rasulullah Saw bersabda, 

"Seseorang mukmin di muka bumi yang berdoa pasti akan dikabulkan asalkan tidak meminta sesuatu yang buruk (dosa/kenudhratan) atau memutuskan hubungan silaturrahim."

Para sahabat kemudian berkata, "Kalau begitu kami akan memperbanyak doa." Rasulullah menjawab, "Karunia Allah lebih banyak lagi." (HR At-Tirmidzi)

"Rasulullah Saw bersabda, "Doa seseorang Muslim selalu akan diterima selama ia tidak terburu-buru." Sahabat bertanya, "Bagaimana (berdoa) yang terburu-buru itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab "Seseorang yang berkata, aku telah berdoa, tapi juga tidak dikabulkan." (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah Saw bersabda, "Jangan suka berdoa yang tidak baik untuk dirimu atau anak-anakmu atau harta milikmu. Jangan sampai ketika engkau berdoa (yang buruk), Allah langsung mengabulkan-Nya." (HR Muslim)

Hadits-hadits tersebut mengingatkan kita bahwa doa pastilah dikabulkan asal tidak meminta sesuatu yang buruk (mudharat), memutuskantali silaturrahim, atau tergesa-gesa minta segera dikabulkan, Sebagai hamba Allah yang lemah, kita tidak pernah tahu hal-hal yang gaib. Oleh sebab itu, saat meminta belum tentu kita meminta sesuatu yang baik bagi kita. Bahkan tidak mustahil apa yang kita minta justru sesuatu yang akan menyebabkan kenudharatan dan keburukan. Kita mungkin merasa doa kita tidak dikabulkan oleh Allah Swt padahal Allah Swt telah memilihkan untuk kita yang lebih baik dari apa yang kita minta dan menghindarkan kita dari kemudharatan.
Ada kisah yang patut pelajaran bagi kita. Ketika Nabi Nuh as meminta agar Allah menyelamatkan keluarganya dari bencana banjir yang menimpa kaumnya, tapi Allah malah membiarkan anak Nabi Nuh as tertimpa azab itu. Kisah ini dapat kita baca dalam QS Hud [11] : 45-47,

"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku (yang Engkau janjikan akan Engkau selamatkan), dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Enngkau adalah hakim yang seadil-adilnya." Allah berfirman, "Hai Nuh, sesunguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)-nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang jahil (tidak berpengetahuan)". Nuh berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakekat)-nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampunan kepadakku dan (tidak) merhmatiku, niscaya aku termasuk orang-orang yang merugi."

Kisah itu sungguh kluar biasa. Seorang Nabi memohon kepada Allah agar anaknya diselamatkan dari bencana. Menurut ukuran manusia, hal itu wajar dilakukan. Namun menurut Allah Swt tidak demikian. Di balik itu, salah satu hikmah yang tersimpan adalah agar kita ketahui hakekatnya. walaupun kita bermaksud baik dengan permohonan itu, tapi belum tentu baik di sisi Allah Swt.
Dalam sebuah hadis qudsi yang pernah Rasululah Saw sampaikan di hadapan para sahabat-sahabatnya. Rasulullah bersabda, "Di hari akhirat nanti, ketika seorang hamba telah ditentukan balasan kebaikan dan balasan keburukan yang pernah ia lakukan ketika di dunia, Allah 'Azza wa Jalla masih saja mendatangkan balasan kebaikan amalan yang pernah dibuatnya ketika dia hidup di dunia. Hamba itu merasa tidak pernah melakukannya dan berkata, "Ya Allah, balasan apakah yang Engkau berikan kepadaku ini? Semua amalku ketika di dunia telah Engkau balas dengan sempurna. Aku merasa tidak pernah melakukannya ketika hidup di dunia." Allah menjawab, "Wahai hamba-Ku, inilah balasan dari doa yang engkau mohonkan kepada-Ku  yang tidak Aku kabulkan di dunia. Sebab, kalau Aku kabulkan, hal itu justru akan membawa kemudharatan kepadamu." Hamba itu kemudian berkata, "Mahasuci Engkau ya Allah yang telah membalas amalanku dengan sempurna." (HR Muslim)


M. Yaser Fachri

Selasa, 17 Mei 2011

Bolehkah Aku Berkeluh Kesah?

"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yanng lembut. Sungguh Dia tidak menyukai orang-orang melampaui batas. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat  kebaikan." (QS Al-A'araf [7] : 55-56)

Seorang teman bertanya kepada seorang hamba, "Bolehkah aku berkeluh kesah kepadamu? Aku ingin bercerita dan berkeluh kesah agar tenang hatiku." Hamba menjawab, "Boleh saja. Tapi jika engkau berkeluh kesah kepadaku, aku hanya bisa mendengar dan tidak dapat mengubah keadaan. Jika engkau berkeluh kesah kepada Allah, maka Allah Maha Mendengar dan Maha Berkehendak untuk mengubah keadaan. Bangunlah di tengah malam dan bertahajudlah. Berkeluh kesahlah kepada Allah akan semua yang engkau rasakan."

Di suatu majelis, Rasulullah Saw bersabda :
"Tahukah kalian para sahabatku, Allah 'Azza wa Jalla turun ke langit bumi di sepertiga malam yang terakhir untuk memperhatikan hamba-hamba-Nya. Ia mencari siapa di antara hamba-hamba-Nya yang beribadah kepada-Nya di saat kebanyakan manusia terlelap dalam tidurnya. Ketika Allah menemukan hamba-Nya yang sedang beribadah kepada-Nya, Allah 'Azza wa Jalla amat bahagia dan berkata, "Siapa yang berdoa kepada-Ku pasti Aku kabulkan doanya, siapa yang bermohon kepada-Ku pasti Aku perkenankan permohonannya, siapa yang meminta ampun kepada-Ku walau dosanya memenuhi isi bumi, pasti Aku ampuni." (HR Bukhari, At-Tirmidzi, dan Ahmad)


Kehilangan Seseorang yang Dicintai

Di saat seorang sahabat Rasulullah Saw kehilangan salah seorang anaknya, Nabi menyampaikan sebuah hadis qudsi di tengah kerumunan sahabat-sahabatnya, "Ketahuilah wahai sahabat-sahabat ku, Allah bertanya keopada malaikat-Nya, "Sudahkah engkau cabut ruh hamba-Ku?" "Sudah ya Allah," jawab malaikat. Kemudian Allah 'Azza wa Jalla bertanya, "Sudahkah kau cabut ruh buah hatinya?" Malaikat menjawab, "Sudah ya Allah," Allah 'Azza wa Jallla bertanya kembali, "Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku itu?" Malaikat menjawab, "Dia memuji Engkau ya Allah dan ber-istirja," Allah 'Azza wa Jalla kemudian berkata, "Buatkan baginya rumah yang indah di surga dan jadikan rumah itu selalu dipuji oleh siapa pun yang melihatnya kelak (baitul hamd)." (HR Ahmad)

Kehilangan orang yang sangat disayangi adalah sebuah musibah yang sangat besar. Seseorang yang menerima musibah wajib bersabar dan ber-istirja' yaitu mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Kata-kata ini menyiratkan kesadaran bahwa semua yang ada di muka bumi ini, bahkan di alam semesta, adalah milik Allah Swt tiada yang kekal di alam ini selain Allah semata. Bersamaan dengan itu, berharaplah pahala dari sisi Allah dan ganti yang lebih baik dari apa yang pernah Dia berikan kepada kita. Rasulullah mengajarkan sebuah doa yang sangat indah bagi kita yang di timpa musibah.

"Ya Allah, jadikan hatiku ridha untuk menerima segala ketetapan-Mu dan berkahilah segala apa yang Engkau ditakdikan bagiku agar aku tidak ingin mempercepat apa yang Engkau lambatkan bagiku dan agar aku tidak ingin memperlambat apa yang Engkau cepatkan bagiku." (HR Ibnu Sunni)

Dalam suatu kesempatan, Rasulullah pernah mengabarkan kepada para sahabatnya, "Jibril datang kepadaku dan mengatakan, "wahai Muhammad hiduplah semaumu, tapi sungguh engkau akna mati, cintailah seseorang sesukamu, tapi sungguh engkau akan berpisah darinya, dan berbuatlah sesukamu, tapi sungguh engkau akan diminta pertanggungjawabnya kelak." Ketahuilah bahwa kemuliaan seseorang terletak pada salat malamnya dan kewibawaannya terletak pada sikap merasa cukup dari bantuan orang lain." (HR Bukhari dan Muslim)

Kabar Jibril itu sungguh amat penting bagi Rasulullah Saw. Beliau seolah tersadar, tidak lama lagi seorang yang ia cintai akan berpisah dengannya. Dan itu benar-benar terjadi ketika Khadijah r.a. istri yang begitu ia cintai, wafat. Allah 'Azza wa Jalla ingin mengingatkan Nabi bahwa derajat cinta kepada sesama mahluk tidak sebanding dengan cinta kepada sang Pencipta Allah 'Azza wa Jalla.

Senin, 16 Mei 2011

Hamba yang Mencintai Al-Qur'an

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur'an) dan mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezekinya yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (QS Faathir [35] : 29-30)

Dalam ayat diatas Allah menjanjikan kepada hamba-hamba-Nya yang selalu membaca kitab-Nya, mendirikan salat untuk mengingat-Nya, dan menafkahkan rezeki yang Allah berikan kepadanya, baik secara diam-diam maupun terang-terangan, akan memperoleh banyak keuntungan. Mereka akan mendapat berlimpah pahala dan karunia-Nya yang luas di dunia ini berupa nikmat kesehatan, kelapangan rezeki, kemuliaan, dan ketenteraman dalam menjalani kehidupan. Allah Swt menyebutnya sebagai "perniagaan yang tidak merugi" karena memang begitulah adanya. Tidak akan pernah merugi hamba-hamba-Nya yang saleh yang selalu taat dan tekun dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt, Rasulullah bersabda: "Barang siapa mencintai Al-Qur'an, pasti ia mencintai Allah dan Rasul-Nya." (HR Ath-Thabrani)

Pada masa Rasulullah Saw ada seorang sahabat yang selalu membaca surah Al-Ikhlas baik di dalam salat ataupun di dalam waktu senggangnya. Sahabat yang lain bertanya kepadanya, "Kenapa engkau lakukan ini?" Ia menjawab, "Karena pada surah Al-Ikhlas dijelaskan sifat Ar-Rahman dan aku sangat suka membacanya." Kejadian ini sampai kepada Rasulullah dan Rasulullah bersabda, "Katakanlah kepada orang itu Allah mencintainya." (HR Bukhari dan Muslim).
Kemulian dalam membaca Al-Qur'an hanya dapat diraih dengan keikhlasan. Imam An-Nawawi dalam kitabnya, At-Tibyan fi Adab Hamalah Al-Qur'an, mengatakan bahwa hal utama dan pertama yang harus dimiliki seorang pembaca Al-Qur'an adalah sifat ikhlas. Ia harus berusaha menghadirkan hatinya pada saat membaca Al-Qur'an karena ia sedang bermunajab kepada Allah Swt.

Seorang pembaca Al-Qur'an seharusnya menyadari bahwa apa  yang ia baca saat membaca Al-Qur'an bukanlah perkataan atau wasiat dari manusia lain, melainkan perkataan Allah Swt. Firman-firman-Nya itu harus direnungkan, dipahami, ditaati, dan dipedomi serta dilaksanakan dalam setiap langkah kehidupan seorang hamba. Seorang pembaca Al-Qur'an akan selalu berusaha mencari tafsir (penjelasan) dari apa yang ia baca. Belumlah ia merasa puas sebelum ia mendapatkan penjelasan yang menyeluruh dari apa yang ia baca. Begitu banyak tafsir-tafsir dari ulama-ulama besar yang dapat dipedomi saat ini antara lain tafsir Fi Zhilalil-Quran karya Sayyid Quthb, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Azhar karya Buaya Hamka, dan Tafsir Al-Mishbah karya Quraish Shiab.

Minggu, 15 Mei 2011

Abu Ubaidah bin Jarrah Orang Kepercayaan Umat ini

Hudzaifah meriwayatkan, rombongan dari Najran datang menghadap Rasulullah Saw lalu mereka berkata : "Utuslah kepada kami seorang yang dapat dipercaya. Rasulullah Saw bersabda: "Aku akan utus kepada kalian utusan terpercaya yang benar-benar bisa dipercaya. Orang banyak pun berharap sebutan mulia ini, tetapi Rasulullah Saw mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah." (shahih Bukhari [3745,7254,4380-1] ; Shahiih Muslim [2420])

Pengantar. Hari ini, betapa sulitnya mencari sosok pemimpin teladan. Idola ada, tapi kering dari keteladanan. Tokoh banyak, tapi miskin kharisma. Orang pintar bejibun, tapi ilmunya tak mebawa manfaat. Panggung politik yang suka mengobral janji, para pembual yang tidak malu menjual mimpi kepada rakyat, panggung sandiwara selebritis, sinetron yang penuh kepura-puraan membawa manusia modern pada gaya hidup yang sarat dusta dan khianat. Padahal jika dusta sudah menjamur, khianat merajalela, rasa malu yang hilang, maka sempurnalah munkaratul akhlaq menimpa masyarakat.

Umat islam punya khazanah tokoh hasil tempaan orang terbaik di kolong bumi ini, di antaranya Abu Ubaidah bin Jarrah yang Nabi Saw anugerahi "orang kepercayaan umat ini." Inilah ringkasan kisahnya.
Data diri. Nama aslinya 'Amir bin 'Abdillah bin Jarrah Al Fihry Ubaidah, nisbat terhadap kun'yah dan nasab kakeknya. Masuk dalam daftar 10 sahabat ahli surga. Masuk Islam di tangan Abu Bakar Shiddiq. 'Abdullah bin Umar pernah menceritakan tentang sifat-sifatnya yang mulia; "ada tiga orang Quraisy yang sangat cemerlang wajahnya, tinggi ahlak dan sangat pemalu. Paling takut mendengar kabar ghaib dari lisan Rasulullah Saw. Bila berbicara, mereka tak pernah berdusata dan apabila orang berbicara kepada mereka tidak cepat-cepat mendustakan. Mereka itu ialah Abu Bakar Shiddiq, Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin Jarrah radhiyallahu 'anhum."
Perawakannya. Tubunya kurus tinggi, berjenggot tipis, dengan kulitnya yang bersih. Jiwanya jujur, tawadhu' dan pemalu. Al Haya'u fi Quraisy, sifat malu itu dulunya milik orang Quraisy.
Peranannya. Nabi Saw bersabda: "Tidak ada orang yang selalu aku butuhkan selalu ada, selain Abu Ubaidah." Ummul mu'minin 'Aisyah radhiyallahu 'anha memuji pengabdiannya. Abu Ubaidah ikut dalam rombongan hijrah kedua ke Ethiopia. Ikut dalam berbagai even jihad, milai dari ekspansi tsaraya sampai ghazawat, dari peperangan lokal sampai peperangan terbuka. Abu Ubaidah terlibat dalam banyak penaklukan sampai wilayah Suriah, Fahl Baisyan, Dmaskus. Menyusul kota Qinnasrin, Qaisarah, Biqa' hingga Ba'labak tahun 17 H. Sebelumnya, kota Himsh di Damaskus tahun 15 H adalah kota taklukan di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah dengan Khalid bin Walid, Mu'jam Al Buldan, 2:282,302).

Terlibat penuh dalam perang Badar berhadapan dengan orang tuanya sendiri, karena itu turun ayat pujian atas dirinya dalam Al-Mujadalah : 22. Saat perang Uhud ia berhadapan dengan ayahnya dalam barisan kaum musyrikin. Sang ayah tewas ditangan anaknya sendiri. Ketika pipi Nabi terluka akibat hancurnya helm penutup kepala beliau oleh hantaman rantai besi, Abu Ubaidah mencabut mata rantai yang menempel di pipi Rasulullah dengan giginya, sehingga kedua giginya tanggal. Abu Bakar shiddiq mengisahkan, "Saat itu saya terpisah dengan Nabi Saw, saya segera berlari mendaptkan Rasulullah Saw ada orang yang datang bagaikan terbang dari jurusan timur. Maka aku berkata, "Ya Allah semoga itu merupakan pertolongan. 'Tatkala aku sampai kepada Rasulullah, ternyata orang itu adalah Abu Ubaidah bin Jarrah yang telah mendahuluiku ke sana". Mengenai kisah ini turunlah surat Ali Imran : 172, "(Yaitu) orang-orang yang menta'ati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar." (Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya [4941];  Al Bazzar dalam Musnad [63]; Imam Al-Haitsami dalam Al Majma' [6:112]
Karir politiknya. Abu Ubaidah adalah utusan Rasulullah Saw dalam banyak ekspansi. Di antaranya ke Bahrain sebagai petugas jizyah (pajak negara). Tugas terberatnya ketika di utus  bersama 300 pasukan ke wilayah pesisir pantai, selama sebulan pada tahun ke-8 H. Jabir bin 'Abdullah bercerita, Rasulullah Saw hanya membekali kami satu karung kurma. Tiap hari, kami makan dengan cara menghisap kurma campu air, mirip bayi. Pasukan ini hampi mati kelaparan, dan hanya bisa menikmati lautan pantai. Ketika sampai ke kota Madinah, kami melapor: Nabi Saw hanya menjawab "itulah rezeki kalian."

Pernah menjadi Gubenur Syam di masa 'Umar dan wafat di sana. Ia wafat sebagai syuhada bersama 25.000 penduduk syam dalam wabah virus tha'un 'Imawas yang menyerang wilayah Baitul Maqdis tahu 18 H di jaman pemerintahan Khalifah 'Umar. Ketika khalifah Umar mengadakan kunjungan ke Suriah dan singgah di rumah Abu Ubaidah, tak terllihat sesuatu pun oleh Umar ra kecuali pedang, perisai dan pelana kuda tunggangannya. Umar bertanya, "Wahai sahabatku, mengapa engkau tidak mengambil sesuatu sebagaiman orang lain mengambilnya?" Beliau menjawab: "Wahai Amirul Mukminin, ini saja sudah cukup menyenangkan."
Abu Ubaidah termasuk tiga kandidat utama selain Abu Bakar Shidiq yang dipandang layak menjadi khalifatur Rasul Saw "Salah satu dari kedua orang ini adalah yang paling tepat menjadi khalifah. Umar yang dikatakan oleh Rasulullah sebagia "Amin hadzihi'lummah", orang kepercayaan umat ini," tutur Abu Bakar Shidiq. Abu Ubaidah menitup mukanya dan menangis dengan rasa malu. Umar bin Khathab lalu berteriak, "Demi Allah, aku lebih suka dibawa ke depan lalu leherku ditebas walau tanpa dosa, daripada diangkat menjadi pemimpin suatu kaum dimana terdapat Abu Bakar." (Al Awashim minal Qawashim, Imam Ibnul Jauzi).

Khalifah Umar pernah berandai. "seandainya Abu Ubaidah masih hidup, tentu ia di antara orang-orang yang aku angkat sebagia penggantiku. Dan jika Tuhanku menanyakan hal itu, niscaya aku jawab, "Aku angkat orang kepercayaan Allah dan kepercayaan Rasul-Nya".
Gaya hidupnya. Ketika menjabat Gubenur Suriah, mendatangi rumahnya dalam suatu kunjungan kenegaraan. Abu 'Ubaidah bertanya, "Untuk apakah kau datang ke rukmahku? Sesungguhnya aku takut kau tak kuasa menahan air matamu begitu mengetahui keadanku nanti".
Begitu sampai di rumah Abu Ubaidah, alangkah terkejutnyua Khalifah Umar karena ia mendapati rumah Gubernur Suriah itu kosong melompong, tanpa perabotan sama sekali. Umar kemudian bertanya, "Hai Abu Ubaidah. di manakah penghidupanmu? mengapa aku tidak melihat barang berharga selain sepotong kain lusuh dan sebuah piring besar itu, padahal kau seorang Gubernur?. Adakah kau memiliki makanan?". Abu Ubaidah berdiri dari duduknya menuju ranjang dan memungut arang. Khalfah Umar meneteskan air mata melihat kondisi sang Gubernur itu. Abu Ubaidah kemudian menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, bukankah sudah kukatakan tadi bahwa kau kesini hanya untuk menangis."Khalifah Umar menimpali, "Banyak seka;i diantara kita orang-orang yang tertipu oleh godaan dunia." Subhanallah sifat ini lah yang tidak dimiliki pejabat tinggi negara kita hari ini.

Di lain kesempatan, khalifah Umar mengirim uang kepada Abu Ubaidah sejumlah 4000 dinar. Utusan Umar melapor bahwa Abu Ubaidah mebagi-bagi kiriman tersebut. Umar berujar, "Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah menjadikan seseorang dalam Islam yang memiliki sifat seperti dia."
Gelar kehormatan. Kisah Gubernur Suriah ini adalah pusaka agung para sahabt Nabi Saw. Gelar adalah lencana kehormatan sekaligus kemulian orang-orang besar. Biasanya karena jasa, pengorbanan dan pengabdian. Bedanyanya dengan tokoh-tokoh lain, gelar kehormatan para sahabat datang dari langit melalui lisan Rasulullah Saw abu Qilabah dari Anas bin Malik meriwayatkan, Rasulullah Saw bersabda; "Orang yang paling lembut diantara umatku terhadap orang lalin (Arhama Ummati bi Ummati) adalah Abu Bakar. Yang paling kuat dalam agama Allah ini adalah Umar. Yang benar-benar pemalu, Utsman bin 'Affan. Yang pandai memutuskan perkara, Ali bin Abu Thalib. Ahli Qari', Ubay bin Ka'ab. Ahli Faraidh, Zaid bin Tsabit. Ahli Halal-Haram, Mu'adz bin Jabal. Abu Ubaidah, orang kepercayaan umat ini. Khalid bin Walid, pedang Allah" (al Isti'ab fi Ma'rifati as Shahabah, Juz I : 22)



Sabtu, 14 Mei 2011

Ar-Rahman dan Ar-Rahim

Seorang teman bertanya kepada seorang hamba Allah, "Kalau Allah memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang) kenapa di dunia ini masih banyak penderitaan, penindasan, dan kemiskinan? Tidaklah Allah Maha Berkuasa atas semua itu dan dapat mengubahnya menjadi kebahagian, kecukupan, dan kekayaan. Di mana letak keadilan Allah Swt.?" Hamba itu berusaha untuk menjawabnya. Awalnya ia bercerita tentang hakikat penciptaan manusia yang Allah Swt. sampaikan di dalam kitab-Nya yang mulia, Al-Qur'an.

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat." (QS Al-Insaan [76] : 2)

Inilah sebenarnya hakikat penciptaan manusia. Allah Swt. hendak menguji setiap mamnusia dengan yang ia alami, baik keadaan menyenangkan ataupun menyusahkan. Bukankah Allah Swt. membekali manusia sesuatu yang amat berharga bagi semua manusia untuk dipakai sebagai alat Survival dalam berbagai situasi hidup yang dialaminya. Allah Swt. telah memberi manusaia "akal". Ayat tersebut menyebutkan, "Karena itu kami jadikan ia mendengar dan melihat." Bukankah akal akan bekerja dengan "input" pendengaran dan penglihatan? Data yang masuk melalui pendengaran dan pengliahatan akan dicerna melalui akal dan kemudian ia kan memutuskan langkah apa yang akan ia ambil untuk menghadapi apa yang sedang dialaminya. Jika apa yang ia lihat dan ia dengar menjadikan ia sedih, ia akan berusaha mengatasi kesedihannya. Ketika ia kekurangan, ia berusaha untuk mencukupi dirinya. demikian seterusnya.

Pada ayat berikutnya Allah berfirman :

"Sesungguhnya Kami telah menunjukan jalan yang lurus; ada yang bersyukur ada pula yang kufur." (QS Al-Insaan [76] :3)

Allah menciptakan hati nurani bagi manusia. Sesuatu yang dipenuhi nilai-nilai ilahiah. Sains modern dengan agak sedikit meraba menyebutnya sebagai god spot (titik tuhan). Sesuatu yang dapat menuntun manusia menuju jalan yang Allah ridhai. Namun, mengapa banyak manusia tersesat walaupun ada hati yang dipenuhi dengan nilai ilahiah? hal itu disebabkan ia tidak dapat menerjemahkan sinyal-sinyal ilahiah tersebut. Ia selalu menutupi hatinya untuk memahami. Ego dirinya lebih kuat dari keinginan untuk menerima kebenaran. Allah Swt. berfirman di dalam Al-Qur,an :

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya? Allah telah mengunci pendengaranya dan hatinya serta meletakan tutup atas pengllihatannya. Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" QS Al-Jatsiyah [45] : 23).

Ketika Allah Swt. menyuruh para malaikat untuk bersujud kepada Adam, Allah berfirman:

"Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ruh-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (QS Al-Hajr [15] :29).

Dalam tafsir Al-Mishbah, Quraish Shihab menafsirkan bahwa Allah menyuruh malaikat-Nya untuk bersujud kepada ruh-Nya yang ada pada manusia (Adam as), bukan kepada bentuk manusianya. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa manusia itu memiliki nilai  yang sangat tinggi disisi Allah karena ada ruh Allah Swt. di dalam dirinya. Unsur itu tidak ditemukan pada iblis dan jin. Unsur ruh ini yang mengantarkan manusia lebih mampu mengenal Allah Swt., beriman, berbudi luhur, serta berperasaan halus. Dengan demikian Allah telah memilih manusia untuk menjadi khalifahnya di muka bumi ini. Hal yang pada mulanya dipertanyakan oleh para malaikat-Nya. Allah berfirman :

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak mejadikan seorang khalifah di muka bumi, 'Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muak bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahka darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau? 'Allah berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (QS Al-Baqarah [2] :30).

Dr. Jeffrey Lang, mualaf asal Amerika, dalam bukunya Even Angels Ask yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Bahkan malaikat pun Bertanya, menyimpulkan bahwa manusia diberi oleh Allah sesuatu yang tidak ada pada malaikat, yaitu hati dan akal. Jadi, kenapa Allah seolah-olah membiarkan kemiskinan, penderitaan, dan penindasan itu terjadi adalah karena semua itu tak lain merupakan bagian dari hakikat penciptaan manusia itu sendiri. Allah Swt. ingin mengujinya dan Allah telah memberi manusia "akal" dan "hati" untuk bisa survive dalam kehidupannya. Kemampuan ini tidak dimiliki mahluk lain.

Dalam hal menjawab pertanyaan yamg kedua, "Dimana letak adilnya Allah?" mungkin sang teman lupa hakikat dunia bukan tempat meraih hasil. Setiap salat 17 kali sehari semalam kita membaca, "Maliki yaumiddin" dalam surat Al-Fatihah yang berarti "(Allah) Yang Menguasai hari Pembalasan." Bukankah pembalasan itu kelak di akhirat nanti? Kita baru dapat mengatakan seseorang telah berbuat adil kepada kita jika apa yang kita lakukan telah mendapat balasannya. Bagi seorang pekerja, ia akan mengatakan majikannya seorang yang adil jika si majikan telah membayar upah sesuai dengan beban yang ia kerjakan. Dapatkah kita mengatakan Allah Swt. tidak adil saat di dunia ini, sementara hasil dari apa yang menjadi amal saleh kita belum mendapat balasan yang sempurna? Kalaupun ada, balasan itu baru sedikit sekali dan hanya kita sebut sekedar panjat, karena dunia ini bukanlah tempat menuai hasil yang sempurna.

Allah mengibaratkan hubungan dengan hamba-Nya seperti hubungan jual beli (tijarah). Hal ini termaktub dalam QS Ash-Shaff (61) ayat 10. Dalam hal ini, Allah 'Azza wa Jalla tidak berjual-beli tunai karena jual-beli tidak memerlukan saling percaya. Jika dua orang melakukan jual beli tunai, maka tidak perlu ada kepercayaan antara si penjual dengan si pembeli asal tercapai kesepakatan mengenai mutu barang dan harga. Tapi jika si pembeli ingin mencicilnya, atau si penjual memerlukan panjar  (DP), maka diperlukan saling percaya dan saling menghormati. Saling percaya inilah yang disebut keimanan kepada Allah Swt. saat ini, di dunia, kita diperintahkan untuk mnaati Allah Swt. dan sabar serta ikhlas dalam menaatinya. Jika tidak ada keimanan dalam hati kita, dapatkah kita melakukannya?

Dapat dipastikan pula, keimanan kita secara perlahan akan memudar karena segala bentuk ibadah kita hanya mengharapkan balasannya di dunia ini saja. Keikhlasan untuk berbuaut karena Allah semata luntur dan tak terasa manisnya lagi. Takwa hanya tinggal nama. Kita menjadi manusia-manusia yang hanya mengukur segalanya dari balasan yang diperoleh di dunia ini dan lebih bersifat materi. Wallahu a'lam bish-shawab.

Keinginan yang Selalu Bertambah

Pernahkah kita merenungkan semua keinginan kita di dunia ini? Keinginan itu selalu bertambah seiring dengan bertambahnya kekuasaan atau harta yang kita miliki. Semakin kaya kita, semakin banyak keinginan yang ingin diwujudkan demi untuk menunjang status kita sebagai "Orang yang berpunya". Demikian juga dengan kekuasaan yang kita miliki. Semakin banyak keinginan yang ingin diraih agar kekuasaan dapat tetap dipegang atau lebih berkuasa lagi sehingga predikat "Orang kuat" dapat melekat pada dirinya.
Manusia jarang sekali memahami bahwa harta atau kekuasaan yang dipegang hanyalah amanah Allah belaka. Sebuah amanah yang Allah berikan sebagai ujian hidup untuk melihat sampai di mana ia berbuat. Apakah amanah itu dapat dipergunakan dan dijalankan dengan baik, atau hanya sekedar dijadikan pemuas nafsu semata. Allah berfirman dalam QS Ali Imran [3] : 14

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga)."

Seharusnya amanah berupa harta termasuk juga anak-anak dan kekuasaan dapat dipergunakan sebagai sebuah bekal dan modal menuju takwa. Harta yang dimiliki dapat dipergunakan untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan dan kesusahan atau menegakan syiar agama Allah yang mulia. Demikian juga kekuasaan dapat dipergunakan sebagai alat penegak keadilan bagi manusia yang dipimpinnya agar kesejahteraan dapat tercipta.

Dari Zaid ibn Tsabit, dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah bersabda, "Barangsiapa menjadikan dunia ini sebagai tujuan, maka Allah akan menceraiberaikan urusannya (sehingga ia menjadi bingung dibuatnya), Allah akan menjadikan kefakiran di depan kedua matanya. Dunia tidak datang kepadanya,kecuali yang telah dituliskan untuknya. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan menghimpunkan urusannya (sehingga mudah saja semua itu dijalaninya). Allah akan meberikan kekayaan di dalam hatinya, dan akan datang kepadanya dunia karana dunia itu renda sekali." (HR Muslim).

Jelaslah bagi kita bahwa keinginan yang banyak terhadap dunia ini adalah sesuatu yang rendah nilainya di sisi Allah. Bercerminlah pada Rasulullah Saw. yang selalu hidup dalam kesederhanan (zuhud) dan merasa cukup dengan apa pun yang Allah Swt takdirkan untuknya (qana'ah).

Selasa, 10 Mei 2011

Jangan Bergaul Dengan Penguasa Zalim

Allah tak rela orang fasik dan penguasa zalim disanjung dan dipuji, karena ia sumber malapetaka di tengah masyarakat

Hati-hati dan jauhilah bergaul dengan penguasa dan pejabat yang zalim. Bergaul dengan mereka hanya akan mendatangkan bahaya dan bencana yang besar. Jika dirimu terpaksa harus bergaul dengan mereka, maka tinggalkanlah kebiasaan memuji dan menyanjung mereka. Allah tidak rela jika orang-orang fasik dan zalim dipuji dan disanjung namanya. Termasuk mendoakan mereka agar berumur panjang. Orang yang mendoakan mereka agar berumur panjang, berarti ia mnyukai mereka dan tidak merasa berat jika Allah didurhakai hamba-Nya di permukaan bumi ini. Ini berarti dia telah membantu kemungkaran dan kezaliman di permukaan bumi ini. Ia rela Allah diremehkan.

Jauhilah berbagai bentuk hadiah dan pemberian yang diberikan oleh para penguasa dan pejabat, sekalipun dirimu mengetahui bahwa pemberian itu berasal dari sumber yang halal. Hidup yang bergantung pada uluran tangan penguasa, bisa merusak agama. Hal ini juga menimbulkan sifat munafik dan perasaan ingin menjaga nama baik mereka, bahkan menyetujui perbuatan zalim yang mereka lakukan. Akhirnya kita tidak berani menegur mereka, meski hati kecil kita tidak setuju dengan perbuatan yang mereka lakukan.

Rasa suka kita atas langgengnya kedudukan orang zalim terebut berarti kita menghendaki perbuatan zalim mereka. Oleh karena itu, sangat buruk prilaku orang yang mencintai dan bergaul dengan penguasa yang zalim. Karena secara tak langsung ia telah ikut menghancurkan dan mempeorak-porandakan sendi-sendi dasar agama yang kokoh.

Jumat, 06 Mei 2011

Kelak Kau kan Kembali Pada Tuhanmu

Tubuh ini ibarat sangkar burung. Interopeksilah kamu. Bila kamu termasuk burung yang terbang di angkasa, maka kembalilah ketika mendengar deru genderang pada hari kiamat.


Jadikanlah cita-citamu sebagai ruh. Kekalahanmu menjadi belenggu hawa nafsu, dan mati menjadi pakaianmu. Rumah masa depanmu adalah kuburan. Setiap saat, ahli kubur menunggu kehadiranmu di tengah-tengah mereka. Oleh karena itu, peliharalah dan jagalah dirimu. Jangan sampai kamu hadir di tengah-tengah mereka dengan keadaan compang-camping tidak membawa bekal amal apa pun.
Abu Bakar Sidik pernah berkata : "Tubuh ini ibarat sangkar burung atau kandang binatang." Oleh karena itu berfikirlah dan intropeksilah kamu. Termasuk golongan manakah dirimu ? Bila kamu tergolong burung yang terbang tinggi di angkasa, maka kembalilah ketika mendengar deru genderang di hari kiamat.

"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridlai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS.Al-Fajr [89] 27-30)

Hendaklah kamu berlindunng kepada Allah SWT jangan sampai dirimu menjadi binatang yang tercermin dalam firman Allah SWT

"Dan sesungguhnya Kami jadikan (isi neraka Jahanam) untuk kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS.Al-A'raf [7]:179)

Oleh karena itu, janganlah sekali-kali dirimu merasa aman dengan kepindahanmu dari sudut rumah ke jurang neraka.
Pada suatu hari, Hasan Bashri diberi minum oleh seseorang. Setelah gelas yang berisi minuman segar itu dipegang, ia jatuh pingsan. Gelas itu  pun lepas dan terjatuh dari tangannya. Setelah ia siuman, ia ditanya, "Mengapa kamu menjadi pingsan, wahai Abu Sa'id? ia menjawab, "Aku teringat permohonan ahlli neraka kepada ahli surga, ketika mereka berkata, "Tuangkanlah kepada kami barang seteguk air atau apa saja rezeki Allah yang diberikan kepadamu!" Ini sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah SWT :

"Dan penghuni neraka menyeru pada penghuni surga "Limpahkanlah kepada kami air atau mekanan yang telah di rezekikan Allah kepadamu." Penghuni surga menjawab, "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir." (QS.Al-A'raf [7] : 50)

Para sahabat Nabi menyebut-nyebut nama Abdullah bin Umar sebagai orang yang dekat dengan Rasulullah SAW. Rasulullah menyambut ucapan sahabatnya itu, dan mengatakan. "Ya, benar. Orang yang paling baik ialah Abdullah bin Umar. Ia melakukan salat malam secara kontinyu."
Pada suatu hari Rasulullah SAW berkata kepada salah seorang sahabatnya :
"Hai fulan, janganlah kamu memperbanyak tidur di malam hari. Sebab, banyak tidur di malam hari akan membuatmu miskin pada hari kiamat nanti,"

Renungkan dan hayatilah firman Allah SWT berikut ini :

"Dan pada sebagian malam, salat tahajulah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji."(QS. Al-Isra' [17] :79)

"Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan akhir malam ia memohon ampuna (kepada Allah)." (QS. Al-Dzariyat [51] : 17-18).

"Orang-orang yang berdoa, "Ya Tuhan kami sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka. (Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) dan yang memohon ampunan di waktu sahur." (QS. Ali Imran [3] : 16-17)

Ayat-ayat di atas mengandung pengertian syukur dan zikir kepada Allah. Rasulullah SAW juga pernah bersabda :
"Ada tiga suara yang dicintai Allah, yaitu : suara ayam jantan yang berkokok menjelang waktu subuh, suara orang yang sedang membaca Al-Qur'an, dan suara orang yang memohon ampunan pada waktu subuh."

Sufyan Tsauri menjelaskan bahwa menjelang subuh angin yang berhembus membawa zikir dan istighfar orang mukmin ke hadapan Allah Yang Maha Kuasa. Bila permulaan malam tiba, para penyeru yang ada di bawah Arsy menyeru : "Berdirilah wahai hamba-hamba Allah yang tekun beribadah. Lakukanlah salat malam sekehendak hatimu!"
Bila pertengahan malam, mereka berseru, "Wahai orang-orang yang taat, bangunlah!" maka mereka pun bangun untuk mendirikan salat sampai menjelang subuh. Ketika menjelang subuh, mereka berseru lagi, "Wahai orang-orang yang memohon ampunan, bangunlah!" Maka mereka pun bangun memohon ampunan Allah.
Ketika fajar tiba, dikumandangkan pula seruan, "Bangunlah, wahai orang-orang yang hidup dalam kelalaian! Maka mereka pun bangun dari tidurnya bagaikan mayat dibangkitkan dari kubur.
Lukman Hakim pernah berwasiat kepada anaknya, "Anakku, janganlah ayam jantan lebih pandai daripada kamu. Ia berkokok di waktu subuh, sedangkan kamu saat itu tidur."

Seorang penyair mendendangkan hal serupa :

Di penghujung malam yang masih kelam
saat tenang seisi alam
aku berbaring di pembaringan
bagai benda yang melayang

Demi Allah
Dustalah aku dalam kata-kata
mengaku dekat
bak terpaku kepada-Nya

Segalanya mudah kurasakan
taat dan cinta aku ucapkan
tapi maknanya aku tinggalkan
mulut ikrar, hati ingkar

Beda si burung murai
Memekik, menangis berderai
bila mulut dan hati tak cerai
bagaimana kan kalah dengan si murai.

Selasa, 03 Mei 2011

Cintaku Hanya Untukmu

Ketika Rasulullah Saw dalam keadaan sakit di akhir hayatnya, beliau menyampaikan pesan kepada istri-istrinya, Fatimah Az-Zahra putrinya, dan sahabat-sahabatnya yang ada di sekelilingnya, Rasulullah berkata, "Jika aku pernah melakukan kezaliman kepada kalian walau sebesar biji zarrah (biji sawi), balaslah saat ini juga. Janganlah kalian datang kepada Allah Swt. kelak di Hari Kiamat menuntutku atas perbuatanku yang merugikan kalian di dunia ini." Semua yang hadir hanya terdiam. Dalam suasana hening begitu, seorang sahabat lalu berkata. "Ya Rasulullah, izinkan aku menuntut balas darimu. Ketika aku dahulu masih kafir, dalam perang badar, tanpa sengaja engkau menarik bajuku hingga robek dan memukul pundakku dengan pedang. Aku ingin membalasnya ya Rasulullah." Para sahabat yang hadir terkejut. Umar bin Khattab marah dan berkata, "Biarkan aku membawanya keluar ya Rasulullah. Ia telah berlaku tidak sopan terhadapmu. Tidak pernah kami merasakan suatu kezaliman pun, walau kecil, yang engkau lakukan terhadap kami." Rasulullah tersenyum, lalu melonggarkan bajunya sehingga terlihat dadanya yang bersih. Rasulullah berkata, "Lakukanlah wahai sahabatku. Aku ridha." Semua yang hadir menangis melihat kejadian itu. Sahabat itu mendekati Rasulullah dan dengan tiba-tiba ia langsung memeluk Rasulullah sambil berurai air mata. "Wahai Rasul Allah, kulakuan ini karena sepanjang hidupku, aku ingin sekali memeluk dirimu. Hari ini aku bahagia telah melakukannya. Maafkan aku ya Rasulullah."

Abdullah bin Mughaffal r.a. menceritakan bahwa ada seseorang berkata kepada Nabi Saw., "Wahai Rasulullah, demi Allah aku mencintaimu." Rasulullah menjawab, "Pikirkan benar-benar apa yang kau katakan itu." Orang itu berkata lagi "Demi Allah sungguh aku mencintaimu." Hal itu diulanginya sampai tiga kali. Kemudian Rasulullah bersabda, "Apabila kamu mencintaiku, bersiap-siaplah untuk menghadapi kemiskinan dengan mengencangkan ikat pinggang. Sesungguhnya kemiskinan itu lebih cepat datangnya terhadap orang yang mencintaiku, melebihi cepatnya banjir yang mengalir ke jurang." (Hr At-Tirmidzi)

Siapa pun yang mencintai Rasulullah Saw. pasti akan mendapat ujian dalam hidupnya. Ujian ini akan muncul sebagai pembuktian seberapa besar kecintaannya yang tulus terhadap Rasulullah Saw. Cinta terhadap materi sekaligus cinta kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya tidak akan pernah dapat menyatu dalam jiwa seorang hamba yang saleh. Dunia dalam pandangan orang saleh amatlah rendah nilainya sedangkan nilai cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menempati singgasana tertinggi di hatinya. Cinta yang tidak dapat dibandingkan dengan apa pun. Apa lagi hanya dengan seonggok harta.

Dalam kehidupannya Rasulullah Saw. lebih memilih hidup dalam kesederhanaan dan mencintai orang-orang miskin. Padahal beliau dapat memilih hidup dalam kekayaan dan kemapanan. Inilah yang disebut dengan sikap hidup zuhud. Sebuah jalan hidup yang penuh dengan kesederhanaan dan Qana'ah (merasa cukup dengan apa pun yang Allah Swt. berikan).

Manusia selalalu berusaha meraih hidup berkecukupan. Bahkan tanpa disadari terkadang kekayaan yang didapat berasal dari jalan yang batil. Tipu-menipu, korupsi, membuat rekayasa agar memperoleh keuntungan, curang dalam timbangan, dan semisalnya adalah hal-hal sering dianggap sebagai keniscayaan dalam menjalankan usaha saat ini. Dalam benak manusia, kelapangan harta adalah sebuah "Kemuliaan" dan penghargaan dari Allah Swt. Sedangkan kesempitan atau kemiskinan adalah sebuah "Penghinaan" dari Allah Swt. Ini adalah pandangan yang sangat keliru! Allah Swt. berfirman :

Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan maka ia berkata, "Tuahanku telah memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka ia berkata, "Tuhanku menghinakanku". Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mecampurbaurkan (yang halal dan yang batil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. QS Al-Fajr [89] : 15-20)

Dalam sebuah kesempatan di hadapan sahabat-sahabatnya, Rasulullah Saw. berusaha mengingatkan para sahabatnya dan berkata, "Sesungguhnya masing-masing umat itu mempunya ujian, dan ujian umatku adalah harta kekayaan." (HR At-Tirmidzi)