MAMPIR GAN DI LAPAK ANE

Senin, 26 September 2011

Penghambat Nikah

Jika kita berbicara tentang sebuah pernikahan, pasti akan banyak cerita yang tercipta. Baik dari proses menuju pernikahan, ketika akad, atau bahkan setelah pernikahan itu sendiri. Setiap orang pasti semua punya cerita tersendiri yang akan mengisahkan hidupnya menuju sebuah istana rumah tangga yang tercipta dari rajutan-rajutan mahligai cinta sepasang insan manusia. Bahagia, sedih, gundah selalu mewarnai pemuda-pemudi yang ingin melangkahkan kakinya menuju kesempurnaan agama. Lalu bagaimana jika yang tercipta sebelum pernikahan itu adalah sebuah kekecewaan?

Para pembaca yang kami hormati, mungkin timbul dalam benak kita sebuah pertanyaan, ada apa? Apa yang terjadi? dan banyak lagi pertanyaan yang timbul akibat sebuah kalimat pertanyaan yang aneh itu bagi kita, tapi tak akan aneh itu bagi mereka yang tahu sebab kekecewaan dari sang pemuda dan pemudi tersebut, padahal mereka belum menikah. Ternyata kekecewaan timbul karena ada faktor-faktor yang berdiri menghadang menghalangi niat suci mereka untuk membangun sebuah mahligai cinta yang diridhai Allah Swt.

Sang pemuda sering membayangkan betapa nikmatnya memiliki istri yang shalihah, yang menyenangkan ketika ia menatapnya, mentaatinya ketika ia memerintahkannya dan selalu menjaga kehormatan dirinya dan hartanya ketika ia tak ada disisinya. Ia mengangankan betapa indahnya memiliki anak yang selalu menyedapkan pandangan matanya dan menyegarkan kembali pikiran akibat kepenatan sehari dengan bermain bersamanya, begitu pun sang pemudi yang memiliki pemikiran yang sama dengan sang pemuda. Tapi apa mau dikata, jika gerbang pernikahan sulit baginya untuk terbuka. Berbagai macam faktor penghambat untuk menikah tak urung reda menerpa seiring perkembangan zaman yang katanya memudahkan setiap sendi kehidupan manusia saat ini. Apa sajakah itu?

Permasalahan ini kerap melanda para pemuda-pemudi zaman ini yang telah siap atau telah berazam (bertekad kuat) untuk menjaga kehormatan dirinya dengan cara menikah, akan tetapi terbentur oleh faktor-faktor penghambat yang seharusnya tak ada. Sehingga jika kita mau melirik sedikit saja, banyak yang berubah pola pikirnya tentang pernikahan dan timbulah permasalahan-permasalahan yang melanda akibat sulitnya utuk menikah, seperti munculnya sejumlah gangguan jiwa, tindakan asusila, freeseks (pergaulan bebas), penyakit yang menyerang tubuh dan akal, serta jumlah dampak negatif lainnya yang berkaitan dengan aspek sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, tulisan ini kami alamatkan kepada siapa saja yang mugkin memilki potensi menjadi faktor penghamabat pernikahan bagi sepasang manusia yang ingin melengkapi setengah agamanya. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dan ibrah dari setiap kejadian yang terjadi. Dan inilah beberapa faktor penghambat yang banyak berkembang di masyarakat.

  1. Faktor penghambat yang pertama ialah mahalnya mahar (maskawin). Tingginya "tarif" maskawin yang          ditentukan oleh pihak perempuan sungguhlah memberatkan banyak pemuda yang ingin menikah. Seakan menjadi ajang adu gengsi atau mungkin banyak di pengaruhi oleh adat yang tidak sesuai dengan syariat islam, membuat "bursa" pernikahan menjadi lesu dan akhirnya timbullah banyak perzinaan yang tidak diharapkan. Betapa indahnya dan mudahnya Islam, ketika Rasulullah Saw menikahkan sahabatnya yang miskin hanya dengan hafalan bacaan Al-Qur'an yang dimilikinya, atau hanya dengan dengan 4 uqiyah (1 uqiyah= 40 dirham perak). Oleh karena itu, tak heran jika imam Ahmad rahimaullah menyebutkan dalam kitab sunahnya bahwasanya Umar bin Khatab ra pernah berkata "Janganlah kalian berlebihan dalam memberikan mahar kepada kaum wanita, sebab jika pemberian mahar itu adalah kehormatan di dunia atau ketakwaan di sisi Allah Swt, niscaya Rasulullah Saw adalah oarang yang paling unggul dalam memberikan mahar tersebut. Akan tetapi Rasulullah Saw tak pernah memberikan mahar kepada salah seorang pun dari istrinya atau putri-putrinya lebih dari dua belas uqiyah. Maka ingatlah sabda Rasulullah Saw yang menyatakan banyaknya harta bukanlah patokan dalam memberikan mahar. "Jika datang kepada kalian seorang peminang yang kalian merasa ridha dengan agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah (putri kalian) dengannya.", dan juga sabda Rasulullah Saw, "Sesungguhnya wanita yang terbaik adalah wanita yang paling mudah (ringan) maharnya." (HR.Ibnu Hibban).
  2. Faktor yang kedua ialah sikap berlebihan dalam menentukan biaya pernikahan. Biaya pernikahan tersebut ibarat mahar lain yang harus ditanggung oleh sang peminang. Hal itu merupakan salah satu adat yang ada dalam masyarakat kita. Padahal Allah Swt sama sekali tidak pernah menentukan ketentuan seperti itu. Dan tak jarang pula terjadi pemborosan besar-besaran dari acara walimah atau resepsi saja, akan tetapi kehidupan setelah pernikahan, itulah yang terpenting.
  3. Kemudian yang ketiga adalah faktor studi. Faktor ini sering dijadikan sebagai alasan untuk tidak menikah oleh kebanyakan pemuda-pemudi terpelajar. Mereka berdiri lemah tak berdaya, bingung dan tak tahu harus berbuat apa ketika dihadapkan dengan faktor ini, sedangkan pergaulan bebas terus merajalela dimana-mana, merayu para pemuda untuk bergabung di dalamnya. Padahal Allah Swt telah berfirman yang artinya, "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah Swt akan memampukan mereka dengan karunia-Nya." (QS an-Nur: 32). Disinihlah tanggung jawab orang tua yang berperan membawa anaknya kepada kebaikan dengan menikahkannya dengan memudahkan segala urusan anaknya. Dan sang mempelai pria pun harus menyadarinya tanggung jawabnya di dalam rumah tangga nantinya, yaitu bahwa ia wajib berusaha untuk menghidupi keluarganya. Siamaklah perkataan Imam Syafi'i : "Sungguh, memindahkan bebatuan dari puncak gunung lebih aku sukai dari pada aku harus menunggu pemberian orang lain. Orang-orang mengatakan bahwa pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang memalukan, sementara aku mengatakan bahwa yang memalukan itu adalah perbuatan meminta-minta."
  4. Faktor yang keempat ialah merebaknya saran pemuasan hasrat seksual dengan cara yang tidak dibenarkan dan lemahnya kontrol agama. Dalam kehidupan yang penuh dengan tindak penyimpangan dan gaya hidup bebas sekarang ini, seorang pemuda sudah tidak lagi merasakan keinginan untuk menikah dan sudah tidak lagi membutuhkan pernikahan, kecuali jika pintu-pintu yang memudahkannya untuk melakukan perbuatan keji dan jalan-jalan yang mengantarkannya ke gerbang perzinaan ditutup. Sebab dalam kondisi seperti itu, seorang pemuda yang dihadapkan kepada dinding besar menuju gerbang pernikahan sulit dilalui, akhirnya menempuh jalan lain yang lebih instan, dan hasilnya terciptalah pemikiran yang merendahkan hakikat dari pernikahan itu sendiri. "Toh, di kanan kiri sudah tersedia sarana yang dapat memenuhi kebutuhan biologis, untuk apa harus bersusah payah membebani diri dengan tanggung jawab anak dan istri?." pikir mereka. Na'udzu billahi min dzalik.
Seharusnya pemikiran seperti itu tak akan muncul jika setiap individu baik pendidik atau selaku orang tua dan para pemuda memiliki kesadaran muraqabatullah (pengawasan Allah Swt). Merasa dirinya selalu diawasi oleh Allah sang Maha Melihat dan Mendengar, serta memahami agamanya dengan benar.
Oleh karena itu, wahai para orang tua, tanamkanlah pendidikan agama yang benar dan mendalam kepada putra dan putri kita sejak dini agar tak menyesal nantinya. Permudahlah urusan mereka selama tidak keluar dari syariat yang telah ditetapkan Allah Swt, seperti kesiapan mereka untuk menikah, agar tak terjadi kemudratan yang lebih besar dari pada anda mengekangnya menjadi bujangan dengan berbagai alasan yang tidak dibenarkan syariat. Wahai para pemuda-pemudi, jagalah diri kalian dari perbuatan keji. Perdalamlah agama kalian dengan sebebnar-benarnya, karena itu yang akan menghalangi kalian dari tipu dayanya setan yang mengajak kalian "bermain" di Neraka. Dan yakinlah dengan apa yang dijanjikan Allah Swt dan Rasul-Nya, karena janji Allah Swt adalah sebuah kepastian ada hikmah di dalamnya. Allahu ta'ala a'alam.

Mutiara Hadits Nabawi
"Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barang siap yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa ; sebab puasa dapat menekan syahwatnya." (Mutafq 'alaih)
Sumber : Buletin Dakwah An-Nur, Ibnu Ruslan